BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG
Penyakit merupakan perubahan
yang mengganggu kondisi tubuh sebagai respon dari faktor lingkungan yang
mungkin berupa nutrisi, kimia, biologi atau psikologi. Dalam hal ini lingkungan
paling berpengaruh pada terjadinya penyakit.
Menurut Blum,(1974)ada 4
faktor yang mempengaruhi dejajat kesehatan seseorang yaitu lingkungan (environment), perilaku (behavior), pelayanan kesehatan (health services)
, keturunana (heredity).dalam laporan kami ini berhubungan dengan fenomena alam
dan lingkungan. Sebab Seorang tokoh di
dunia kedokteran Hipokrates (460-377 SM) adalah tokoh yang pertama-tama
berpendapat bahwa penyakit rabies ada
hubungannya dengan fenomena alam dan lingkungannya.
Rabies merupakan
penyakit virus akut dari sistem saraf pusat yang mengenai semuamamalia dan
ditularkan oleh sekresi yang terinfeksi biasanya saliva. Sebagian
besarpemajanan terhadap rabies melalui gigitan binatang yang terinfeksi, tapi
kadang aerosol virusatau proses pencernaan atau transplantasi jaringan yang
terinfeksi dapat memulai prosespenyakit.
Virus yang menjadi
penyebabnya adalah virus neurotropik, yang hanya dapatberkembang biak di dalam
jaringan saraf. Dan ukurannya antara 100-150 milimikron. Virusini tahan
terhadap kekeringan, akan tetapi mudah dimatikan dengan menggunakan
antiseptic,sinar matahari langsung, pemanasan, dan radiasi dengan menggunakan
sinar ultraviolet. Masa Inkubasi pada hewan sekitar 3-6 minggu setelah gigitan hewan
rabies, sedangkan padamanusia tergantung dari parah tidaknya luka gigitan, jauh
tidaknya luka dengan susunan sarafpusat, banyaknya saraf pada luka, jumlah
virus yang masuk, serta jumlah luka gigitan.
Secara umum, penularan
rabies terjadi diakibatkan infeksi karena gigitan binatang.Namun rabies juga
dapat menular melalui beberapa cara antara lain melalui cakaran hewan,sekresi
yang mengkontaminasi membrane mukosa, virus yang masuk melalui
ronggapernapasan, dan transplantasi kornea. Virus rabies menyerang jaringan
saraf, dan menyebarhingga system saraf pusat, dan dapat menyebabkan
encephalomyelitis (radang yang mengenaiotak dan medulla
spinalis).
Distribusi rabies
tersebar di seluruh dunia dan hanya beberapa negara yang bebasrabies seperti
Australia, sebagian besar Skandinavia, Inggris, Islandia, Yunani,
Portugal,Uruguay, Chili, Papua Nugini, Brunai, Selandia Baru, Jepang, dan
Taiwan. Di Indonesiasampai akhir tahun 1977 rabies tersebar di 20 provinsi dan
7 provinsi dinyatakan bebas rabiesadalah Bali, NTB, NTT, Maluku, Irian Jaya dan
Kalimantan Barat. Data tahun 2001menunjukkan terdapat 7 provinsi yang bebas
rabies adalah Jawa tengah, Jawa timur,Kalimantan Barat, Bali, NTB, Maluku dan
Irian Jaya. Kematian karena infeksi virus rabies boleh
dikatakan 100% bila virus sudah mencapaisistem saraf pusat. Dari tahun 1857
sampai tahun 1972 dari kepustakaan dilaporkan 10 pasienyang sembuh dari rabies
namun sejak tahun 1972 hingga sekarang belum ada pasien rabiesyang dilaporkan
hidup. Prognosis seringkali fatal karena sekali gejala rabies telah tampak
hampir selalu kematian terjadi 2-3 hari sesudahnya sebagai akibat gagal
nafas/henti jantungataupun paralisis generalisata. Berbagai penelitian dari
tahun 1986 hingga 2000 yangmelibatkan lebih dari 800 kasus gigitan anjing
pengidap rabies di negara endemis yang segeramendapat perawatan luka, pemberian
VAR dan SAR, mendapatkan angka survival 100%.3
Tidak ada terapi untuk
penderita yang sudah menunjukkan gejala rabies; penangananhanya berupa tindakan
suportif dalam penanganan gagal jantung dan gagal nafas. Walaupuntindakan
perawatan intensif umumnya dilakukan, hasilnya tidak menggembirakan.
perawatanintensif hanyalah metode untuk memperpanjang dan bila mungkin
menyelamatkan hiduppasien dengan mencegah komplikasi respirasi dan
kardiovaskuler yang sering terjadi. Olehkarena itu diperlukan tindakan
penanganan yang efektif dan efisien baik penangananprofilaksis pra pajanan
maupun penanganan pasca pajanan. Sehingga akibat buruk akibatvirus ini dapat
diminimalkan. Berbagai penelitian dari tahun 1986 hingga 2000 yangmelibatkan
lebih dari 800 kasus gigitan anjing pengidap rabies di negara endemis yang
segeramendapat perawatan luka, pemberian VAR dan SAR, mendapatkan angka
survival 100%.Pada tahun 2009, jumlah gigitan naik
menjadi 42.106 kasus dengan jumlah orang yang meninggal karena rabies 137
orang. Tahun 2010 hingga bulan Agustus, jumlah korban gigitan hewan penular
40.180 kasus dengan kematian 113 orang.
Sampai saat ini di Bali sebanyak 119 orang meninggal karena terkena rabies, di Nias (Sumatera Utara) 26, dan di Pulau Larap (Kabupaten Maluku Tenggara Barat).Sejauh ini, terdapat 24 provinsi yang melaporkan kasus rabies di daerahnya dan hanya sembilan provinsi bebas dari rabies, yaitu Bangka Belitung, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua, dan Papua Barat.
Sampai saat ini di Bali sebanyak 119 orang meninggal karena terkena rabies, di Nias (Sumatera Utara) 26, dan di Pulau Larap (Kabupaten Maluku Tenggara Barat).Sejauh ini, terdapat 24 provinsi yang melaporkan kasus rabies di daerahnya dan hanya sembilan provinsi bebas dari rabies, yaitu Bangka Belitung, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua, dan Papua Barat.
Rabies merupakan salah satu penyakit
hewan tertua di dunia dan tidak diketahui kapan penyakit rabies masuk ke
Indonesia, namun penyakit rabies pertamakali dilaporkan terjadi pada jaman
penjajahan Belanda. Schorl pada tahun 1884, melaporkan penyakit rabies
menyerang seekor kuda di Bekasi, Jawa Barat. Sedangkan kasus rabies pada seekor
kerbau di daerah Bekasi dilaporkan Esser pada tahun 1889. Kemudian kasus rabies
pada anjing di Tangerang dilaporkan oleh Penning pada tahun 1890.
Kasus rabies pada manusia dilaporkan
oleh E.de Haan, menyerang seorang anak di desa Palimanan, Cirebon pada tahun
1894. Berdasarkan studi retrospektif, wabah rabies di Indonesia dimulai pada
tahun 1884 di Jawa Barat; tahun 1953 di Jawa Tengah; Jawa Timur; Sumatera
Barat, kemudian tahun 1956 di Sumatera Utara. Selanjutnya Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Utara tahun 1958; Sumatera Selatan tahun 1959; Lampung tahun 1969;
Aceh tahun 1970; Jambi; DI Yogyakarta tahun 1971; DKI Jakarta; Bengkulu dan
Sulawesi Tengah tahun 1972; Kalimantan Timur tahun 1974; Riau tahun 1975;
Kalimantan Tengah tahun 1978 dan Kalimantan Selatan tahun 1981.
Sampai dengan tahun 2006 wilayah di
Indonesia yang dinyatakan daerah bebas rabies yaitu Propinsi Bali, Nusa
Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) kecuali Pulau Flores dan
Lembata, Irian Jaya Barat dan Papua, pulau-pulau di sekitar Sumatera serta
Pulau Jawa. Pulau Jawa dinyatakan bebas rabies oleh Pemerintah secara bertahap,
yaitu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No 892/Kpts/TN/560/9/97
tanggal 9 September 1997, Jawa Timur, Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta
dinyatakan bebas rabies diikuti tahun 2004, berdasarkan SK Menteri Pertanian
No. 566/Kpts/ PD/PD640/10/2004, DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat dinyatakan
bebas rabies, sehingga dengan demikian P. Jawa dinyatakan bebas rabies.
Menko Kesra Agung
Laksono berharap agar kasus ini benar-benar ditangani oleh pemerintah dan
masyarakat. Antara pemerintah daerah juga harus bekerjasama, sehingga bila di
satu daerah muncul kasus, segera bisa dibatasi oleh daerah lain.Lebih lanjut
Menkes memaparkan, penanggulangan rabies harus komprehensif pada manusia dan
hewan. Penanganan pada hewan, dalam hal ini anjing, dengan vaksinasi,
eliminasi, dan pengebirian untuk mengendalikan populasi anjing guna tercapainya
Indonesia Bebas rabies pada tahun 2020.
Rabies di
Indonesia terutama disebabkan oleh gigitan anjing pembawa virus lyssa yang
bersifat neurotrop. Virus ini menjalar melalui jaringan saraf menuju saraf
sentral. Masa inkubasi tergantung pada daerah gigitan. Semakin dekat ke kepala,
semakin pendek masa inkubasi.
Di Kota Baubau, sejauh ini masih terdapat 1 (satu)
kasus penderita rabies, sedangkan kasus-kasus lainnya hanya sebatas sospek atau
tersangka rabies.
Di Puskesmas Katobengke penderita penyakit
gigitan anjing tersangka
rabies mulai mengalami penurunan setiap tahunnya yaitu mulai meunrun dari tahun
2008-2010. Hal ini menandakan bahwa upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pihak
puskesmas telah mulai menggambarkan keberhasilan.
2.
TUJUAN PRAKTIKUM
2.1. Tujuan umum
Untuk
mengetahui gambaran umum tentang penyakit rabies.
2.2. Tujuan khusus
-
Untuk mengetahui pengertian penyakit rabies
-
Untuk mengetahui gejala, penularan, dan penatalaksanaan
penyakit rabies
-
Untuk mengetahui distribusi penyakit gigitan anjing
tersangka rabies menurut waktu, tempat, dan orang pada puskesmas katobengke
kecamatan Betoambari.
3. MANFAAT PRAKTIKUM
1.
Bagi puskesmas
Sebagai
informasi penting yang dapat di jadikan
sebagai penentu kebijakan.
2. Bagi
masyarakat
Sebagai
bahan masukan agar masyarakat lebih meningkatkan lagi kesehatannya.
3. Bagi
peneliti
Untuk
memperluas pengetahuan ,terutama hal-hal
yang berhubungan dengan penyakit rabies.


TINJAUAN PUSTAKA
1.
Tinjauan Umum Surveilans
Pada awalnya surveilans hanya berkaitan dengan
penyakit yang mengancam jiwa manusia, sehingga yang menjadi perhatian yaitu
pada kematian karena penyakit tertentu saja. Hal tersebut telah dilaksanakan di
Eropa (1348) yang diperkenalkan oleh ”Black Death” yang dikenal dengan
surveilans secara primitif. Kemudian disusul oleh John Graunt yaitu orang yang
pertama kali mempelajari konsep jumlah dan pola penyakit secara epidemiologi.
Dan yang berkembang sampai sekarang yaitu konsep surveilans monder yang
dikemukakan oleh William Farr sehingga beluai dikenal dengan sebagai Bapak
Surveilans modern.
Devinisi surveilans epidemiologi yang dikemukakan
oleh Noor Nasry Noor bahwa survailans epidemiologi adalah pengamatan secara
teratur dan terus menerus terhadap semua aspek tertentu baik keadaan maupun
penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan
penanggulangannnya.
(Sumber
: http://surveilansmaros.wordpress.com/2011/01/26/batasan-pengertian-surveilans-epidemiologi/).
Dalam surveilans terdapat kegiatan pokok yaitu
pengumpulan data, kompilasi, pengolahan data, interpretasi data, analisis data,
penarikan kesimpulan, serta peyebaran informasi. Sedangkan yang menjadi tujuan
dalam surveilans ini yaitu untuk mengetahui distribusi geografis,
penyakit-penyakit endemis dan penyakit-penyakit yang menimbulkan epidemi,
mengetahui periodisitas suatu penyakit dan situasi penyakit-penyakit tertentu
di seluruh wilayah.
1. Menurut WHO :
Surveilans adalah :
Pengumpulan, pengolahan, analisis data kesehatan secara sistematis dan terus
menerus, serta desiminasi informasi tepat waktu kepada pihak – pihak yang perlu
mengetahui sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.(Last, 2001 dalam
Bhisma Murti, 2003 )
2. Menurut Centers for Disease Control ( CDC ), 1996.
Surveilans adalah :
Pengumpulan, analisis dan interpretasi data kesehatan secara sistematis dan
terus menerus, yang diperlukan untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi
upaya kesehatan masyarakat, dipadukan dengan desiminasi data secara tepat waktu
kepada pihak – pihak yang perlu mengetahuinya.
3. Menurut Vaughan & Morrow :
Surveilans merupakan
komponen penting dalam Manajemen Upaya Kesehatan Masyarakat, karena menyediakan
input informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi masalah – masalah yang
sedang timbul serta mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian masalah
lama. Penyediaan informasi ini memungkinkan otoritas kesehatan mengambil
tindakan yang tepat dan cepat untuk pengendalian penyakit atau melakukan
investigasi lebih mendalam.
2.
Tinjuan Pustaka Penyakit
Menurut Cunningham dan Saigo
(2001), ”a disease is a deceterious change in the bodys coordition is response
to an caviroemecital foctos that could be nutrition, checnical, biological or
psychological”. Dengan kata lain, penyakit merupakan perubahan yang mengganggu
kondisi tubuh sebagai respon dari faktor lingkungan yang mungkin berupa
nutrisi, kimia, biologi atau psikologi.
|
Rabies adalah penyakit hewan menular yang
disebabkan oleh virus, bersifat akut serta menyerang susunan syaraf pusat.
Hewan yang Dapat Menularkan Rabies kepada Manusia
Semua hewan berdara panas dapat
menularkan rabies. Anjing, kucing, dan kera/monyet di Indonesia berpotensi
menularkan rabies kepada manusia. Lebih dari 90% kasus rabies pada manusia
ditularkan oleh anjing. Oleh karena itu anjing menjadi objek utama kegiatan
pemberantasan rabies.
Cara Penularan Rabies
Virus rabies masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan melalui :
a. Luka gigitan hewan penderita rabies
b. Luka
yang terkena air liur hewan atau manusia penderita rabies
Tanda-tanda Rabies
Tanda-tanda Rabies pada Hewan
Ada dua macam gejala rabies yaitu rabies ganas, rabies tenang, dan
asisteonatis.
a. Tanda-tanda Rabies Ganas
- Tidak lagi menurut perintah pemilik
- Air liur berlebihan
- Hewam menjadi ganas menyerang atau
menggigit apa saja yang ditemui dan ekor di lengkungan bawah perut di antara
dua paha.
- Kejang-kejang kemudian lumpuh, biasanya
mati setelah 4-7 hari sejak timbul gejala atau paling lama 14 hari setelah
penggigitan.
b. Tanda-tanda
Rabies Tenang
- Bersembunyi di tempat gelap dan sejuk
- Kejang-kejang berlangsung singkat bahkan
tak terlihat
- Kelumpuhan, tidak mampu menelan, mulut
terbuka, air liur berlebihan
- Kematian terjadi dalam waktu singkat.
c. Asytomatis yaitu hewan tidak menunjukkan
gejala sakit namun tiba-tiba mati.
Tanda-tanda
Penyakit Rabies pada Manusia
- Pada manusia yang penting diperhatikan
adalah riwayat gigitan dari hewan seperti anjing, kucing, dan kera.
- Dilanjutkan dengan gejala-gejala nafsu
makan hilang, sekit kepala, tidak bisa tidur, demam tinggi, mual atau
muntah-muntah
- Adanya rasa panas (nyeri) pada tempat
gigitan dan menjadi gugup.
- Takut dengan air, suara keras, cahaya dan
angin
-
Air liur dan air mata keluar berlebihan
-
Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan
- Biasanya penderita akan meninggal 4-6 hari
setelah gejala klinis atau tanda-tanda penyakit pertama timbul.
Tindakan Pencegahan Pemberantasan Rabies
- Hindari kejadian penggigitan
- Vaksinasi rabies pada anjing, kucing dan
kera/monyet peliharaan secara teratur setiap tahun.
- Memberantas, memusnahkan atau eliminasi
anjing liar atau yang berkeliaran.
- Dilakukan penangkapan anjing
liar/berkeliaran di tempat umum selanjutnya dilakukan pembunuhan
Tindakan Penanganan Kasus Gigitan
Setiap penderita kasus gigitan oleh hewan penular rabies harus diduga sebagai tersangka rabies, tindakan yang
harus dilakukan adalah :
a. Pertolongan pertama terhadap penderita
gigitan:
- Luka gigitan dicuci dengan detergen selama 5-10
menit, keringkan dan diberi yodium tinture atau alcohol 70%
- Penderita di bawah ke puskesmas atau rumah
sakit terdekat untuk penanganan lebih lanjut.
b. Kejadian penggigitan dilaporkan ke petuga
Dinas Peternakan/Pertanian setempat.
c. Hewan yang menggigit harus ditangkap dan
dilaporkan ke Dinas Peternakan/Pertanian untuk diobeservasi. Diamati selama 14
hari, jika hewan mati dengan gejala rabies dalam masa masa obeservas maka hewan
tersangka dinyatakan positif rabies.
d. Apabila dalam masa observasi hewan tetap
sehat maka hewan tersebut divaksinasi anti rabies dan dikembalikan pada
pemiliknya atau dibunuh bila tidak ada pemiliknya.
Cara
penanggulangan rabies
Untuk
kegiatan pemberantasan dan penanggulangan rabies di butuhkan partisipasi
masyarakat dalam bentuk :
a.
Memelihara
anjing dan hewan lainnya dengan baik
b.
Vaksinasi
rabies pada anjing,kucing dan kera /monyet peliharaan ke dinas
peternakan/pertanian ,pos kesehatan hewan ataw dokter setempat.
c.
Membantu
kegiatan pemusnahan anjing liar/berkeliaran.
d.
Mengurangi
sumber makanan bagi anjing liar dengan cara tidak membuang sisa makanan
ketempat terbuka.
Tata cara memelihara anjing yang benar
a. Anjing sebaiknya di rantai
b. Anjing yang di pelihara untuk kepentingan
tertentu hendaknya di masikkan kedalam kandang khusus atau pekarangan rumah
berpagar kuat supaya anjing tersebut dapat melaksanakan fungsinya dan tidak
mengganggu orang lain misalnya pejalan kaik.
c. Anjing di pelihara harus di beri makan dan
perawatan kesehatan yang cukup supaya tidak menyebabkan penyakit yang berbahaya
seperti rabies.
d. Anjing di vaksinasi secara teratur setahun
sekali.
e. Anjing liar yang tidak ada pemiliknya
lebih baik di bunuh sehingga populasi
anjing
tetep terbatas pada yang di perlukan saja.
Tanda-tanda Penyakit Rabies pada Manusia
a. Pada
manusia yang penting diperhatikan adalah riwayat gigitan dari hewan seperti
anjing, kucing, dan kera.
b. Dilanjutkan
dengan gejala-gejala nafsu makan hilang, sekit kepala, tidak bisa tidur, demam
tinggi, mual atau muntah-muntah
c. Adanya
rasa panas (nyeri) pada tempat gigitan dan menjadi gugup.
d. Takut dengan air, suara keras, cahaya dan
angin
Lowchat Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies

BAB III
METODE PRATIKUM
1.
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan pengambilan data bertempat di Puskesmas
Katobengke, pada tanggal 4 Meil 2011.
2.
Peserta
Peserta pengambilan data adalah kelompok I mata
kuliah survailance yang berjumlah 8 orang.
3.
Jenis dan Sumber Data
3.1
Jenis Data
3.1.1 Data
primer
Data
primer merupakan data yang diperoleh secara langsung pada orang yang terlibat
secara langsung dari pada lokasi kejadian.
3.1.2 Data
sekunder
Data
sekunder merupakan data yang diperoleh dari institusi-institusi seperti
puskesmas, rumah sakit dan Dinas Kesehatan.
3.2
Sumber Data
Data
bersumber dari puskesmas atau instansi kesehatan yang merupakan data sekunder.
4.
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang
langsung diambil dari buku register puskesmas.
5.
Pengolahan Data
Data diolah secara manual dan dikelompokkan
menurut waktu,tempat dan orang.
6.
Analisis Data
Data dianalisis menurut waktu, menurut tempat
(lokasi kejadian)dan menurut orang yang terdiri dari jenis kelamin dan umur.
7. Definisi Operasional
Pengertian dari Penyakit anjing
gila atau yang dikenal dengan penyakit Rabies merupakan penyakit
infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies.
Penyakit anjing gila ini mempunyai sifat zoonotik yaitu penyakit yang dapat
ditularkan dari hewan pada manusia. penyakit anjing gila atau rabies ini bisa menular
kepada manusia melalui gigitan.
Asal
kata rabies berasal dari bahasa Sansekerta kuno, yaitu rabhas yang artinya
melakukan kekerasan/kejahatan. Dalam bahasa Yunani, rabies disebut Lyssa atau
Lytaa yang artinya kegilaan. Dalam bahasa Jerman, rabies disebut tollwut yang
berasal dari bahasa Indojerman Dhvar yang artinya merusak dan wut yang artinya
marah. Dalam bahasa Prancis, rabies disebut rage berasal dari kata benda robere
yang artinya menjadi gila. Jika seseorang digigit hewan, maka hewan yang
menggigit harus diawasi. Satu-satunya uji yang menghasilkan keakuratan 100%
terhadap adanya virus rabies adalah dengan uji antibodi fluoresensi langsung
(direct fluorescent antibody test / dFAT) pada jaringan otak hewan yang
terinfeksi. Uji ini telah digunakan lebih dari 40 tahun dan dijadikan standar
dalam diagnosis rabies. Prinsipnya adalah ikatan antara antigen rabies dan
antibodi spesifik yang telah dilabel dengan senyawa fluoresens yang akan
berpendar sehingga memudahkan deteksi. Namun, kelemahannya adalah subjek uji
harus disuntik mati terlebih dahulu (eutanasia) sehingga tidak dapat digunakan terhadap
manusia. Akan tetapi, uji serupa tetap dapat dilakukan menggunakan serum,
cairan sumsum tulang belakang, atau air liur penderita walaupun tidak
memberikan keakuratan 100%. Selain itu, diagnosis dapat juga dilakukan dengan
biopsi kulit leher atau sel epitel kornea mata walaupun hasilnya tidak terlalu
tepat sehingga nantinya akan dilakukan kembali post mortem diagnosis setelah
hewan atau manusia yang terinfeksi meninggal.
Virus rabies
yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi, menularkan kepada hewan
lainnya atau manusia melalui gigitan atau melalui jilatan pada kulit yang tidak
utuh . Virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan
otak, yang merupakan tempat mereka berkembangbiak dengan kecepatan 3mm / jam.
Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke kelenjar liur dan masuk
ke dalam air liur.
Pada 20%
penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke
seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek
dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan
meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan
mengeluarkan air liur.
Kejang otot
tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Kejang
ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan
pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa menyebabkan
kekejangan ini. Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat minum, gejala ini
disebut hidrofobia (takut air). Lama-kelamaan akan terjadi kelumpuhan pada
seluruh tubuh, termasuk pada otot-otot pernafasan sehingga menyebabkan depresi
pernafasan yang dapat mengakibatkan kematian.
|

1.
Gambaran Umum Puskesmas Katobengke
1.1 Letak Geografis
Puskesmas Katobengke berlokasi pada Kelurahan
Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Bau-Bau, Kabupaten Buton, Provinsi
Sulawesi Tenggara.
Wilayah kerja puskesmas Katobengke awalnya ada 5
kelurahan yaitu Waborobo, Tanganapada, Lipu, Sulaa dan Katobengke. Namun
sekarang tinggal 3 kelurahan yang menjadi wilayah kerjanya yaitu Lipu, Sulaa
dan Katobengke.
Adapun batasan-batasan wilayah kerja dari
puskesmas Katobengke yaitu:
-
Sebelah
Timur berbatasan dengan Kelurahan Tanganapada
-
Sebelah
Barat berbatasan dengan Kelurahan Sulaa
-
Sebelah
Utara berbatasan dengan Kelurahan Bone-Bone
-
Sebelah
Selatan berbatasan dengan Kelurahan Badia.
1.2 Sosial Ekonomi
Mata pencaharian Penduduk wilayah kerja puskesmas
Katobengke umumnya sebagai:
-
PNS
-
Pedagang
-
Petani
2.
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder
yaitu data yang diperoleh dari buku register puskesmas Katobengke.
3.
Pengolahan dan Analisis Data
|
Data yang diperoleh diolah secara manual dan
dianalisis menurut waktu yang merupakan saat kejadian , tempat yang menjadi
lokasi kejadian dari penderita gigitan anjing tersangka rabies yang dirawat
pada puskesmas Katobengke dan menurut orang yang terdiri dari jenis kelamin dan
umur.
4.
Distribusi Penyakit Menurut Waktu
Tabel 4.1
Distribusi
Penyakit Gigitan Anjing Tersangka
Rabies Menurut Waktu
Di puskesmas
katobengke Kec.Betoambari
Dari Tahun
2006 s/d 2010
Tahun
|
Penyakit
Gigitan Anjing Tersangka Rabies
|
F
|
%
|
|||
Di VAR
|
%
|
Tdk di
VAR
|
%
|
|||
2006
2007
2008
2009
2010
|
11
5
2
1
2
|
52,38
23,80
9,52
4,76
9,52
|
7
14
10
5
2
|
18,42
36,84
26,31
13,15
5,26
|
18
19
12
6
4
|
30,50
32,20
20,33
10,16
6,77
|
Jumlah
|
21
|
100
|
38
|
100
|
59
|
100
|
Sumber
data sekunder 2006 s.d. 2010
Dari Tabel diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2007 terjadi peningkatan kasus
dengan persentase 32.20 % dibandingkan
dengan tahun – tahun lain.
Grafik 4.1
Distribusi
Penyakit Gigitan Anjing Tersangka
Rabies Menurut Waktu
Di puskesmas
katobengke Kec.Betoambari
Dari Tahun 2006 s/d 2010

Dari Grafik
diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2007 terjadi peningkatan kasus dengan persentase 32.20 % dibandingkan dengan tahun – tahun lain.
5.
Distribusi Penyakit Menurut Tempat
Tabel 5.1
Distribusi
Penyakit Gigitan Anjing Tersangka
Rabies Menurut Tempat
Di puskesmas katobengke
Kec.Betoambari
Dari Tahun 2006 s/d 2010
Kelurahan
|
Penyakit
Gigitan Anjing Tersangka Rabies
|
F
|
%
|
|||
Di VAR
|
%
|
Tdk di
VAR
|
%
|
|||
Tanganapada
Katobengke
Lipu
Sulaa
Waborobo
|
2
9
8
2
-
|
9,52
42,85
38,09
9,52
-
|
1
11
18
5
3
|
2,63
28,94
47,36
13,15
7,89
|
3
20
26
7
3
|
5,08
33’89
44,06
11,86
5,08
|
Jumlah
|
21
|
100
|
38
|
100
|
59
|
100
|
Sumber
; Data Sekunder , Puskesmas Katobengke
Dari Tabel diatas dapat diketahui bahwa pada Kelurahan Lipu merupakan tempat tertinggi
terjadinya kasus gigitan anjing tersangka rabies dengan persentase 44.06 %
dibandingkan dengan kelurahan lainnya.
Grafik 5.1
Distribusi
Penyakit Gigitan Anjing Tersangka
Rabies Menurut tempat
Di puskesmas katobengke
Kec.Betoambari
Dari Tahun
2006 s/d 2010

Dari
diagram
diatas
dapat diketahui bahwa pada Kelurahan
Lipu merupakan tempat tertinggi terjadinya kasus gigitan anjing tersangka
rabies dengan persentase 44.06 % dibandingkan dengan kelurahan lainnya.
6.
Distribusi Penyakit Menurut Orang
Tabel 6.1
Distribusi
Penyakit Gigitan Anjing Tersangka
Rabies Menurut Umur
Di puskesmas
katobengke Kec.Betoambari
Dari Tahun
2006 s/d 2010
Tahun
|
Penyakit
Gigitan Anjing Tersangka Rabies
|
F
|
%
|
|||
Di VAR
|
%
|
Tdk di
VAR
|
%
|
|||
1-5
6-10
11-15
16-20
21-25
26-30
31-35
36-40
41-45
46-50
51-55
56-60
61-65
66-70
|
4
4
1
1
1
2
2
1
-
-
3
1
-
1
|
19,04
19,04
4,76
4,76
4,76
9,52
9,52
4,76
-
-
14,28
4,76
-
4,76
|
6
5
2
1
4
-
2
4
4
1
1
4
-
4
|
15,78
13,15
5,26
2,63
10,52
-
5,26
10,52
10,52
2,63
2,63
10,52
-
10,52
|
10
9
3
2
5
2
4
5
4
1
4
5
-
5
|
16,94
15,25
5,08
3,38
8,47
3,38
6,77
8,47
6,77
1,69
6,77
8,47
-
8,47
|
Jumlah
|
21
|
100
|
38
|
100
|
59
|
100
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar