BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Penyakit ISPA adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan merupakan upaya yang mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia serta merupakan bagian dari upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. ISPA pneumonia atau non pneumonia adalah penyakit yang sering terjadi pada anak karena pada masa ini anak lebih rentan untuk tertular penyakit, daya tahan tubuh anak belum bekerja secara maksimal dan sempurna serta keadaan fisik yang belum sekuat orang dewasa. (Departemen Kesehatan RI, 1993). Berdasarkan Kep. Men. Kes tahun 2002 yaitu dibentuknya program nasional (PROPENAS) tahun 2000-2004, salah satu tujuan khusus dari program upaya kesehatan yang terdapat dalam PROPENAS adalah mencegah terjadinya dan tersebarnya penyakit menular, menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh ISPA pneumonia maupun Non pneumonia (Kep. Depkes RI, 2002).
Secara global, sekitar 1,6 juta kematian setiap tahun disebabkan oleh penyakit yang disebabkan oleh ’Streptokokus Pneumoniae’ (Pneumococcal disease), didalamnya 700.000 hingga satu juta balita terutama berasal dari negara berkembang. Dalam tuntutan menurunkan angka kematian Balita menjadi dua pertiga pada tahun 2015, maka sudah seharusnya semua negara, khususnya negara berkembang, kembali memberikan perhatian terhadap pneumonia. (WHO dan Unicef 2006)
Dilaporkan, di kawasan Asia-Pasifik diperkirakan sebanyak 860.000 balita meninggal setiap tahunnya atau sekitar 98 anak setiap jam. Pada usia anak-anak, pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Angka kematian yang disebabkan pneumonia pada balita di Indonesia diperkirakan mencapai 21% (unicef, 2006), disebutkan dari 31 propinsi ditemukan 477,429 anak balita dengan pneumonia atau 21,52 % dari jumlah seluruh balita di Indonesia, proporsinya 35,02 % pada usia dibawah satu tahun dan 64,79 % pada usia satu hingga empat tahun. (Subdit ISPA Ditjen P2M-PL Depkes RI tahun 2007).
Menurut Harming (2000), banyak faktor yang mempengaruhi tingginya insiden pneumonia pada anak balita yaitu: umur, jenis kelamin, status gizi, riwayat BBLR, status imunisasi, status ASI, riwayat wheezing, riwayat pneumonia berulang, ligkungan rumah seperti kondisi fisik rumah.
Berdasarkan hasil survei kesehatan nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa proporsi kematian yang disebabkan pneumonia pada bayi (usia < 1 tahun) sebesar 23,9% di Jawa dan Bali, 15,8% di Sumatera, dan 42,6% di Kawasan Timur Indonesia. Dari hasil perhitungan mortalitas oleh Subdirektorat ISPA Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DepKes RI, 2006), di 10 Provinsi pneumonia masih merupakan penyebab kematian tertinggi pada balita (22,5%).
Hasil SDKI 2001 memperlihatkan prevalensi pnemonia pada anak usia < 1 tahun sebesar 38,7% dan pada anak usia 1-4 tahun sebesar 42,2%. Berdasarkan tempat tinggal, penyakit pernafasan lebih tinggi di pedesaan (14,5%) dibandingkan dengan di perkotaan (9,9%), yang menjadi pemicu terjadinya penyakit pneumonia adalah keadaan lantai yang sebagian masih berupa tanah, penghuni yang berlebihan dan tidak sesuai dengan ukuran rumah. Pada perilakunya, adanya warga yang tidak sadar untuk membuka jendela setiap hari, keadaan lingkungan yang berdebu.
Masalah penyakit ISPA di kota Bau-Bau khususnya di puskesmas Katobengke yang Terletak di Kelurahan Katobengke Kecamatan betoambari, Kota Bau-Bau pada tahun 2010 pada penderita bukan pneumonia berjumlah 484 orang .
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi masalah adalah:
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya ISPA?
”Masih tingginya angka kejadian ispa pada balita di wilayah kerja Puskesmas Katobengke kota Bau-bau” , Peneliti dapat merumuskan masalah penelitian adalah ”bagaimana cara/strategi untuk mengatasi masalah ispa di,wilayah pukesmas katobengke khususnya di kelurahan katobengke? ”
I.3. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum :
• Mengetahui gambaran lokasi penelitian
• Mengetahui gambaran kondisi masyarakat lokasi penelitian
b. Tujuan Khusus :
• Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi terjadi ispa.
• Mengetahui cara /strategi penanganan daerah yang menjadi endemis penyakit ispa.
1.4 Manfaat Praktikum
1. Bagi puskesmas
Sebagai informasi penting dan dapat digunakan untuk penetuan kebijakan selanjutnya.
2. Bagi masyarakat
Sebagai bahan masukan agar masyarakat lebih meningkatkan lagi kesehatannya.
3. Bagi peneliti
Untuk memperluas pengetahuan ,terutama hal-hal yang berhubungan dengan penyakit ISPA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Tinjauan Umum Komunikasi Kesehatan
Secara khusus, komunikasi kesehatan masuk dalam lingkup komunikasi antar manusia (human communication) yang secara spesifik memfokuskan pada transaksi kesehatan dan factor-faktor yang mempengaruhi transaksi tersebut. Menurut Pettegrew (1982) terjadi antara para ahli kesehatan dan antara para ahli kesehatan dengan klien (pasien), khususnya dalam hal-hal komunikasi kesehatan. Transaksi ini dapat berbentuk verbal atau nonverbal, lisan atau tulisan, personal atau impersonal, dan isu-isu yang berorientasi pada hubungan.
Tingkatan komunikasi kesehatan mencakup semua unsur-unsur level atau tipe komunikasi, antara lain :
1. Komunikasi interpersonal, meliputi interaksi langsung antara para ahli kesehatan maupun para ahli kesehatan dengan para pasien.
2. Komunikasi kelompok kecil, meliputi pertemuan, laporan staf, dan interaksi tim-tim kesehatan.
3. Komunikasi organisasi, meliputi administrasi rumah sakit, hubungan dengan staf, iklim komunikasi organisasi
4. Komunikasi public, meliputi presentasi, pidato
5. Komunikasi massa, meliputi cakupan dalam level nasional dan program-program kesehatan dunia, promosi kesehatan, dan perencanaan kesehatan masyarakat
Secara sederhana atau linear, proses komunikasi melibatkan empat komponen utama, yaitu :
1. Sumber/pengirim pesan/komunikator, yaitu seseorang atau sekelompok orang atau suatu organisasi /instansi yang mengambil inisiatif dalam proses penyampaian pesan
2. Pesan, berupa lambing atau tanda seperti kata-kata tertulis atau secara lisan, gambar, angka, dan gesture
3. Saluran, yaitu sesuatu yang dipakai sebagai alat penyampaian/pengiriman pesan (misalnya telepon, radio, surat, surat kabar, majalah, televisi, gelombang udara dalam konteks komunikasi antarpribadi secara tatap muka)
4. Penerima/komunikan, yakni seseorang atau sekelompok orang atau organisasi/institusi yang menjadi sasaran penerima pesan.
II. 2. Tinjauan Umum Penyakit
ISPA adalah i Istilah ISPA mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Adapun saluran pernapasan adalah organ dimulai dari hidung sampai alveoli beserta organ adneksa seperti sinus-sinus, rongga telinga dan pleura. Istilah ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksanya saluran pernapasan. Sedangkan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan prosesakut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes RI, 2002).
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru(alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah/kedalam Penyakit ISPA dapat menyerang semua orang, baik laki-laki maupun perempuan, pada semua golongan umur, dari bayi, anak-anak, dan orang dewasa.
Penderita ISPA dapat dikenal dari gejala-gejala klinis sebagai berikut :
Pada umumnya anak umur tiga bulan sampai tiga tahun menderita demam pada awal perjalanan infeksi. Kadang-kadang beberapa jam sebelum tanda-tanda yang berlokalisasi muncul.
Bayi yang lebih muda biasanya tidak demam dan anak yang lebih tua dapat menderita demam ringan.
Pada anak yang lebih tua gejala awalnya adalah kekeringan dan iritasi dalam hidung dan tidak jarang di dalam faring. Gejala ini dalam beberapa jam disertai bersin, rasa menggigil nyeri otot, ingus hidung yang encer kadang batuk, nyeri kepala lesu dan demam ringan. Dalam satu sekresi biasanya lebih kental dan akhirnya perulen. Obstruksi hidung menyebabkan pernapasan melalui mulut. (Depkes RI, 2002).
Kerentanan agen yang menyebabkan nasofaring akut adalah universal, tetapi karena alasan yang kurang mengerti kerentanan ini bervariasi pada orang yang sama dari waktu kewaktu. Anak menderita rata-rata lima sampai delapan infeksi setahun dan angka terjadi selama umur 2 Tahun pertama frekuensi Nasofaringitis akut berbanding langsung dengan angka pemejanan, dan sekolah taman kanak-kanak serta pusat perawatan harian mungkin epidemiologi sebenarnya. Kerentanan dapat bertambah karena nutrisi yang jelek.
Cara pencegahan dan penanganan ISPA
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain :
a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh terhadap penyakit baik.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.
Penanganan ISPA yang dilakukan adalah :
a. Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.
b. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
c. Immunisasi.
Factor –Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Terjadinya Penyakit Ispa
Berdasarkan hasil penelitian di berbagai negara, termasuk Indonesia dan berbagai publikasi ilmiah dilaporkan berbagai faktor resiko yang meningkatkan kejadian (morbiditas) ISPA yang akan dijelaskan berikut, yaitu:
a. Host (pejamu)
Manusia yang keberadaannya dipengaruhi oleh ; umur, jenis kelamin, status ASI, status gizi, berat badan lahir, status imunisasi, pemberian vitamin A dan pemberian makanan tambahan.
b. Agent (Infectious agent)
Faktor penyebab penyakit tersebut meliputi bakteri, virus, dan parasit (infection agent).
c. Environment (lingkungan)
Faktor di luar penderita yang akan mempengaruhi keberadaan host yang terdiri dari lingkungan biologis, fisik dan sosial. Dalam penelitian ini yang berperan sebagai faktor lingkungan meliputi ; Bakteri, virus dan parasit (infectious agent), polusi udara (asap rokok dan dapur) dan kepadatan tempat tinggal.
Konsep di atas adalah suatu konsep yang dinamis, setiap perubahan dari ketiga lingkungan tersebut akan menyebabkan bertambah atau berkurangnya kejadian suatu penyakit. Untuk itu guna menurunkan kesakitan/kejadian ISPA. Maka dirumuskan suatu upaya pemberantasan penyakit dengan pendekatan terhadap factor resiko yang berhubungan melalui kerjasama dengan program imunisasi, program bina kesehatan balita, program bina gizi masyarakat dan program penyehatan lingkungan
pemukiman (Depkes RI., 2002).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
III. 1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini di laksanakan pada tanggal 13 dan 15 Juni 2011 yang bertempat di Puskesmas katobengke.
III. 2. Peserta
Peserta penelitian adalah kelompok yang terdiri dari :
• Andriani bay : 09. 710. 077
• Arman hidayat : 09. 710. 078
• hamniar : 09. 710. 079
• asril ramadhan : 09. 710. 080
• Tasmarniati : 09. 710. 083
• Irma : 09. 710. 084
• Elisa : 09. 710. 085
• Hajaruddin tahir : 09. 710. 086
• Jumria : 09. 710. 087
• Indri kristian noya : 09. 710. 088
• Yuliana purnama sari : 09. 710. 089
III. 3. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Data Primer
Data primer merupakan data yang di peroleh secara langsung pada orang yang terlibat langsung di lokasi penelitian.
Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang di peroleh dari data yang telah ada atau tersedia di puskesmas atau instansi terkait.
2. Sumber Data
Data bersumber dari data primer ( hasil observasi langsung di lapangan ) dan data sekunder (dari data yang telah tersedia di puskesmas katobengke).
III. 4. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari survey lapangan dan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari buku registrasi Puskesmas katobengke.
III. 5. Pengolahan Data dan Analisis Data
Data di olah secara manual dengan menggunakan Microsoft word dan Microsoft Excel dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk laporan dan tabel. Data di analisis menurut waktu.
BAB IV
HASIL
IV. 1. Gambaran Lokasi Penelitian
A. Letak Geografis.
Puskesmas Katobengke berlokasi pada Kelurahan Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Bau-Bau, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara.Bila di tinjau dari peta kota bau-bau pada bagian selatan katulistiwa terletak pada 5 026’ – 5 0 26’ lintang selatan dan 122 0 30’ – 1220 38’ Bujur Timur.
Wilayah kerja puskesmas Katobengke awalnya ada 5 kelurahan yaitu Waborobo, Tanganapada, Lipu, Sulaa dan Katobengke. Namun sekarang tinggal 3 kelurahan yang menjadi wilayah kerjanya yaitu Lipu, Sulaa dan Katobengke.
Adapun batasan-batasan wilayah kerja dari puskesmas Katobengke yaitu:
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Tanganapada
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sulaa
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Bone-Bone
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Badia.
Puskesmas katobengke memiliki luas yaitu 10,61 km2 dari luas kota Bau-bau yang terdiri dari 3 kelurahan yaitu :
1. Kelurahan katobengke dengan luas 4,69 km2 atau 44,26 %.
2. Kelurahan lipu dengan luas 4,50 km2 atau 42,41 %.
3. Kelurahan sulaa dengan luas 1,42 km2 atau 13,38 %.
B. Kependudukan
Jumlah penduduk puskesmas katobengke menurut hasil pyoyeksi penduduk akhir tahun 2009 adalah 12.761 jiwa dengan perbandingan laki-laki sebanyak 6.332 jiwa dan perempuan sebanyak 6.439 jiwa dengan tingkat kepadatan 589 jiwa/km 2 yang terbagi atas 3 kelurahan yaitu di sajikan dalam bentuk table dibawah ini :
Tabel
Jumlah penduduk , kepala keluarga,Jenis kelamin dan kepadatan penduduk
Menurut kelurahan januari s/d juni tahun 2010
Kelurahan Penduduk (jiwa) Laki-laki Perempuan Jumlah KK Kepadatan (jiwa /km2 )
Katobemgke 6.810 3.365 3.445 1.683 4.046
Lipu 4.674 2.337 2.337 1.293 2.932
Sulaa 1.277 620 657 376 1.382
Jumlah 12.761 6.332 6.439 3.352 8.360
Sumber : Profil Puskesmas Katobengke, 2010
C. Sosial Ekonomi
Penduduk wilayah kerja Puskesmas Katobengke mempunyai mata pencaharian yang terdiri dari :
- Petani
- Pedagang
- PNS
D. Lingkungan Fisik
1. Penyediaan air bersih
Penyediaan sarana air bersih di wilayah puskesmas katobengke dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel. PAB di wilayah kerja
Puskesmas Katobengke Tahun 2010
No. Kelurahan Sumber air bersih
Ledeng SPT SGL PAH Kemasan Lainnya Jml
1 katobengke 132 0 15 0 0 0 147
2 Lipu 153 0 1 0 0 0 154
3 Sulaa 150 0 56 0 0 0 206
Jumlah 435 0 72 0 0 0 507
Sumber : Profil Puskesmas Katobengke, 2010
2. Jamban Keluarga dan Spal
Sarana jamban keluarga dan pembuangan air limbah di wilayah kerja puskesmas Katobengke dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel. Jamban Keluarga dan Pembuangan Air limbah di wilayah Puskesmas Katobengke
tahun 2010
No. Kelurahan Jamban Keluarga Tmt Sampah SPAL
1 katobengke 95 100 75
2 Lipu 80 100 60
3 Sulaa 110 160 100
Jumlah 285 360 235
Sumber : Profil Puskesmas Katobengke, 2010
E. Sumber Daya Kesehatan
1.1. Sumber Daya Manusia
Sampai dengan Juni 2010 tenaga kesehatan di Puskesmas Katobengke terdiri dari :
o Dokter umum : 1 Orang
o Dokter Gigi : 1 Orang
o Sarjana Kesehatan Masyarakat : 2 Orang
o Tenaga sanitasi : 2 orang
o Perawat : 7 Orang
o Tenaga analisis lab. : 1 Orang
o Tenaga Gizi : 3 Orang
o Tenaga Bidan : 4 Orang
o Tenaga Farmasi : 1 orang
1.2 Sarana dan Prasarana Kesehatan
Adapun sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang menunjang pelaksanaan pelayanan dan pembangunan kesehatan di Puskesmas Katobengke sampai dengan bulan Juni 2010 yaitu :
o 1 bh Puskesmas Induk dilengkapi dengan ruang perawatan.
o 1 Perumahan Dokter
o 1 Perumahan Paramedis
o 1 Perumahan Bidan
o 2 Kendaraan Roda 4 ( 1 bh rusak berat )
o 12 kendaraan roda 2 ( 1 bh rusak berat )
IV. 2. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari survey lapangan dan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari buku registrasi Puskesmas katobengke.
IV. 3. Pengolahan dan Analisis Data
Data di olah secara manual dengan menggunakan Microsoft word dan Microsoft Excel dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk laporan dan tabel. Data di analisis menurut waktu dan menurut tempat.
Tabel. 10 Pola Penyakit di Puskesmas Katobengke
Tahun 2008-2010
NO KODE NAMA PENYAKIT JUMLAH KASUS
1 J. 39 ISPA 506
2 K25 NASOFARINGITIS 491
3 L30.9 DERMATITIS TIDAK SPESIFIK 444
4 J18.0 BRONCHOPNEUMONIA 368
5 R50 DEMAM 366
6 I10 HIPERTENSI 240
7 A09 DIARE 210
8 K09 TB PARU 168
9 R.05 BATUK 153
10 L02.9 FARINGITIS 140
Sumber : Profil Puskesmas Katobengke 2008 - 2010
Tabel. Disribusi penyakit ISPA diPuskesmas Katobengke
Tahun 2008
BULAN JUMLAH PENDUDUK BATUK BUKAN PNEUMONIA ISPA > 5TH
< 1 TH 1-4 TH JMLH PNEUMONIA BUKAN PNEUMONIA
JANUARI 12.767 23 54 77 0 75
FEBRUARI 12.767 14 40 54 0 56
MARET 12.767 23 37 60 0 70
APRIL 12.767 17 53 70 0 51
MEI 12.767 21 33 54 0 88
JUNI 12.767 12 43 55 0 80
JULI 12.767 15 56 71 0 104
AGUSTUS 12.767 26 43 69 0 85
SEPTEMBER 12.767 15 50 82 0 93
OKTOBER 12.767 29 50 79 0 97
NOVEMBER 12.767 15 38 53 0 0
DESEMBER 12.767 26 31 57 0 49
JUMLAH 12.767 236 478 781 0 848
Sumber : Puskesmas Katobengke tahun 2008
Tabel. Disribusi penyakit ISPA diPuskesmas Katobengke
Tahun 2009
BULAN JUMLAH PENDUDUK BATUK BUKAN PEUMONIA ISPA > 5TH
< 1 TH 1-4 TH JMLH PNEUMONIA BUKAN PNEUMONIA
JANUARI 12.767 39 77 116 0 122
FEBRUARI 12.767 29 48 77 0 98
MARET 12.767 23 39 62 0 93
APRIL 12.767 22 41 63 0 76
MEI 12.767 32 51 83 0 93
JUNI 12.767 18 48 56 0 61
JULI 12.767 17 51 68 0 100
AGUSTUS 12.767 34 75 109 0 208
SEPTEMBER 12.767 28 52 80 0 124
OKTOBER 12.767 26 49 75 0 85
NOVEMBER 12.767 18 29 47 0 54
DESEMBER 12.767 17 37 54 0 65
JUMLAH 12.767 303 597 890 0 1179
Sumber : Puskesmas Katobengke tahun 2009
Tabel. Disribusi penyakit ISPA diPuskesmas Katobengke
Tahun 2010
BULAN JUMLAH PENDUDUK BATUK BUKAN PEUMONIA ISPA > 5TH
< 1 TH 1-4 TH JMLH PNEUMONIA BUKAN PNEUMONIA
JANUARI 12.767 18 40 85 0 92
FEBRUARI 12.767 37 72 109 0 108
MARET 12.767 31 61 95 0 106
APRIL 12.767 34 71 105 0 98
MEI 12.767 11 39 50 0 90
JUNI 12.767 24 46 68 0 109
JULI 12.767 18 42 60 0 82
AGUSTUS 12.767 20 51 71 0 105
SEPTEMBER 12.767 9 48 57 0 74
OKTOBER 12.767 5 36 41 0 58
NOVEMBER 12.767 15 39 54 0 78
DESEMBER 12.767 15 36 51 0 68
JUMLAH 12.767 237 581 846 0 1068
Sumber : Puskesmas Katobengke, Tahun 2010
BAB V
PEMBAHASAN
V. 1. Gambaran Tata Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas katobengke dilakukan secara kunjungan rumah, penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran kejadian pneumonia ditinjau dari kondisi fisik rumah. Penelitian dilakukan selama 2 hari yaitu dari tanggal 19 Juli sampai dengan tanggal 20 juli di wilayah kerja Puskesmas katobengke.
Langkah awal yang kami lakukan adalah merumuskan masalah penelitian, menyiapkan instrument penelitian, yaitu berupa surat izin pengambilan data.Setelah mendapat surat izin kemudian kami menyerahkannya kapada dinas kesehatan kota Bau-bau tanggal 8 Juni 2011 untuk mendapat izin penelitian dari Puskesmas katobengke.
Setelah mendapat izin dari dinas kesehatan kota kami menyerahkan kepala Puskesmas katobengke .kami di sambut dengan baik oleh petugas puskesmas sehingga kami langsung mengambil data pada buku profil serta mencatat alamat lingkungan penderita yang pernah menderita penyakit ispa buku register puskesmas katobengke , pada keesokan harinya kami melakukan wawancara dan observasi atau melakukan pengamatan keadaan kondisi fisik rumah secara kunjungan rumah,sebanyak 4 rumah.
V. 2. Strategi Komunikasi Yang Di Gunakan
Pertama-tama kami mengkhususkan daerah penelitian, yaitu Kelurahan katobengke karena didaerah tersebut merupakan daerah endemis penyakit ispa. Kemudian mencoba merumuskan masalah tentang penyakit yang menjadi endemis serta kenapa dianggap endemis di Kelurahan katobengke, kemudian mengumpulkan data-data penyakit yang dimaksud, baik berupa data primer maupun sekunder. Setelah itu, kami mencoba menganalisa tentang strategi apa yang digunakan dalam penanganan kasus penyakit tersebut. Ternyata strategi komunikasi yang digunakan yaitu komunikasi antar pribadi (melalui door to door),kami memilih komunikasi tersebut karena komunikasi tersebut sangat efektif.Dimana kami yang pertama kami lakukan adalah menfokuskan wawacara kepada para ibu yang anaknya pernah terinfeksi penyakit ispa serta orang-orang yang terkena ispa di kelurahan katobengke, ternyata menurut hasil wawancara dan mengamatan kami di lapangan penyebab dari penderita penyakit ispa ,ada beberapa faktor yaitu :
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit ISPA khususnya para ibu dimana masih banyak yang tidak mengetahui bahwa ketika seorang ibu yang terkena ISPA pada yang menularkan penyakitnya tersebut kepada bayinya melalui ASI.
Pada Saat terkena ispa juga masyarakat masih kurang memahami tentang penggunaan masker.
Lingkungan , ternyata di lingkungan penderita yang terkena ISPA tersebut kondisi lingkungannya masih kurang baik dimana tidak memiliki syarat kondisi fisik rumah yang sehat seperti lantai semen yang rusak, basah pada musim hujan dan berdebu pada mesim kemarau, tidak memiliki ventilasi yang cukup, atap Seng yang menyebabkan panas di dalam rumah, Jumlah penghuni yang berlebihan yang tidak sesuai dengan luas lantai rumah.
Ada anggota keluarga yang merokok ,status sosial ekonomi,dimana kedua duanya ada hubungan yang signifikan dengan kejadian pneumonia.
Gambar 1. Kondisi rumah yang kurang baik
Setelah melakukan wawancara singkat dan observasi keadaan /kondisi lingkungan rumah kami memberikan informasi singkat mengenali ispa sedini mungkin serta cara-cara untuk pencegahan ISPA sehingga masyarakat yang pernah terkena ispa yang telah sehat dapat menjaga kesehatannya kembali serta yang belum pernah terkena ispa dapat melakukan pencegahan dan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan dan menularkan penyakit tersebut.
BAB VI
PENUTUP
VI. 1. Kesimpulan
Dari uraian diatas
VI. 2. Saran
1. Bagi Instansi Terkait
Agar lebih meningkatkan kinerja untuk menanggulangi penyakit ispa serta mengadakan penyuluhan secara rutin ke masyarakat.
2. Bagi Masyarakat
Agar lebih menjaga kesehatan mereka sendiri dan meningkatkan kebersihan diri mereka serta lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz Alimul, (2007). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data. PT. Salemba Media. Jakarta.
Arwin, Berhman, kleigman.(1999) Ilmu Kesehaan Anak. Jakarta. EGC.
Azwar, Azrul, (1990). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : PT. Bina Rupa Aksara.
Depkes.RI, (2002). Pedoman teknisi penilaian Rumah sehat. Jakarta.
Puskesmas . Kota Bau-bau (2008). Laporan Tahunan jumlah Penderita ISPA Tahun 2008. Bau-bau.
Puskesmas . Kota Bau-bau, (2009). Laporan Tahunan jumlah Penderita ISPA Tahun 2009. Bau-bau.
Puskesmas . Kota Bau-bau, (2010). Laporan Tahunan jumlah Penderita ISPA Tahun 2010. Bau-bau.
Rani, IGN (1997). Masalah ISPA dan Kelansungan Hidup Anak. Surabaya : Ilmu Kesehatan Anak.
DOKUMENTASI
Foto 1. Sedang mempraktekkan cara pemeriksaan sampel darah menggunakan mikroskop yang didampingi oleh Ibu Wiwik Lindarti, AMK sebagai kepala program penyakit ispa di Puskesmas Katobengke
Foto 2. Bersama serta beberapa staf puskesmas Katobengke
Foto 4. Puskesmas Katobengke Tampak depan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhannahu wa Ta’ala karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya lah, kami dapat menyusun dan menyelesaikan tugas yang dibuat dalam bentuk laporan. Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada ibu RININTA ANDRIANI S.SOS M.KES selaku Dosen Pembimbing mata kuliah KOMUNIKASI KESEHATAN yang dengan ikhlas memberikan ilmu serta inspirasi kepada kami.
Laporan ini telah di susun sedemikian rupa dengan segala kemampuan dan keterbatasan sebagai manusia. Kami juga sebagai penyusun laporan ini sangat berharap besar agar karya yang dibuat ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya para pembaca yang peduli akan ilmu pengetahuan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih sangat jauh dari standar kemaksimalaan sebuah laporan, oleh karena itu saran dan kritik dari para pembaca sangat diharapkan, karena semuanya itu akan dijadikan sebagai pedoman dalam pembuatan laporan yang berikutnya.
Terima kasih.
Bau-Bau, 25 juni 2011
TUGAS KELOMPOK
DOSEN : RININTA ANDRIANI S.SOS M.KES
MATA KULIAH : KOMUNIKASI KESEHATAN
“laporan penyakit ispa di puskesmas katobengke ”
Disusun oleh :
KELOMPOK 3
KELAS B
NAMA –NAMA KELOMPOK
1. Andriani bay 09. 710. 077
2. Arman hidayat 09. 710. 078
3. hamniar 09. 710. 079
4. asril ramadhan 09. 710. 080
5. Tasmarniati 09. 710. 083
6. Irma 09. 710. 084
7. Elisa 09. 710. 085
8. Hajaruddin tahir 09. 710. 086
9. Jumria 09. 710. 087
10. Indri kristian noya 09. 710. 088
11. Yuliana purnama sari 09. 710. 089
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN
BAU – BAU
2011
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Penyakit ISPA adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan merupakan upaya yang mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia serta merupakan bagian dari upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. ISPA pneumonia atau non pneumonia adalah penyakit yang sering terjadi pada anak karena pada masa ini anak lebih rentan untuk tertular penyakit, daya tahan tubuh anak belum bekerja secara maksimal dan sempurna serta keadaan fisik yang belum sekuat orang dewasa. (Departemen Kesehatan RI, 1993). Berdasarkan Kep. Men. Kes tahun 2002 yaitu dibentuknya program nasional (PROPENAS) tahun 2000-2004, salah satu tujuan khusus dari program upaya kesehatan yang terdapat dalam PROPENAS adalah mencegah terjadinya dan tersebarnya penyakit menular, menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh ISPA pneumonia maupun Non pneumonia (Kep. Depkes RI, 2002).
Secara global, sekitar 1,6 juta kematian setiap tahun disebabkan oleh penyakit yang disebabkan oleh ’Streptokokus Pneumoniae’ (Pneumococcal disease), didalamnya 700.000 hingga satu juta balita terutama berasal dari negara berkembang. Dalam tuntutan menurunkan angka kematian Balita menjadi dua pertiga pada tahun 2015, maka sudah seharusnya semua negara, khususnya negara berkembang, kembali memberikan perhatian terhadap pneumonia. (WHO dan Unicef 2006)
Dilaporkan, di kawasan Asia-Pasifik diperkirakan sebanyak 860.000 balita meninggal setiap tahunnya atau sekitar 98 anak setiap jam. Pada usia anak-anak, pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Angka kematian yang disebabkan pneumonia pada balita di Indonesia diperkirakan mencapai 21% (unicef, 2006), disebutkan dari 31 propinsi ditemukan 477,429 anak balita dengan pneumonia atau 21,52 % dari jumlah seluruh balita di Indonesia, proporsinya 35,02 % pada usia dibawah satu tahun dan 64,79 % pada usia satu hingga empat tahun. (Subdit ISPA Ditjen P2M-PL Depkes RI tahun 2007).
Menurut Harming (2000), banyak faktor yang mempengaruhi tingginya insiden pneumonia pada anak balita yaitu: umur, jenis kelamin, status gizi, riwayat BBLR, status imunisasi, status ASI, riwayat wheezing, riwayat pneumonia berulang, ligkungan rumah seperti kondisi fisik rumah.
Berdasarkan hasil survei kesehatan nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa proporsi kematian yang disebabkan pneumonia pada bayi (usia < 1 tahun) sebesar 23,9% di Jawa dan Bali, 15,8% di Sumatera, dan 42,6% di Kawasan Timur Indonesia. Dari hasil perhitungan mortalitas oleh Subdirektorat ISPA Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DepKes RI, 2006), di 10 Provinsi pneumonia masih merupakan penyebab kematian tertinggi pada balita (22,5%).
Hasil SDKI 2001 memperlihatkan prevalensi pnemonia pada anak usia < 1 tahun sebesar 38,7% dan pada anak usia 1-4 tahun sebesar 42,2%. Berdasarkan tempat tinggal, penyakit pernafasan lebih tinggi di pedesaan (14,5%) dibandingkan dengan di perkotaan (9,9%), yang menjadi pemicu terjadinya penyakit pneumonia adalah keadaan lantai yang sebagian masih berupa tanah, penghuni yang berlebihan dan tidak sesuai dengan ukuran rumah. Pada perilakunya, adanya warga yang tidak sadar untuk membuka jendela setiap hari, keadaan lingkungan yang berdebu.
Masalah penyakit ISPA di kota Bau-Bau khususnya di puskesmas Katobengke yang Terletak di Kelurahan Katobengke Kecamatan betoambari, Kota Bau-Bau pada tahun 2010 pada penderita bukan pneumonia berjumlah 484 orang .
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi masalah adalah:
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya ISPA?
”Masih tingginya angka kejadian ispa pada balita di wilayah kerja Puskesmas Katobengke kota Bau-bau” , Peneliti dapat merumuskan masalah penelitian adalah ”bagaimana cara/strategi untuk mengatasi masalah ispa di,wilayah pukesmas katobengke khususnya di kelurahan katobengke? ”
I.3. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum :
• Mengetahui gambaran lokasi penelitian
• Mengetahui gambaran kondisi masyarakat lokasi penelitian
b. Tujuan Khusus :
• Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi terjadi ispa.
• Mengetahui cara /strategi penanganan daerah yang menjadi endemis penyakit ispa.
1.4 Manfaat Praktikum
1. Bagi puskesmas
Sebagai informasi penting dan dapat digunakan untuk penetuan kebijakan selanjutnya.
2. Bagi masyarakat
Sebagai bahan masukan agar masyarakat lebih meningkatkan lagi kesehatannya.
3. Bagi peneliti
Untuk memperluas pengetahuan ,terutama hal-hal yang berhubungan dengan penyakit ISPA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Tinjauan Umum Komunikasi Kesehatan
Secara khusus, komunikasi kesehatan masuk dalam lingkup komunikasi antar manusia (human communication) yang secara spesifik memfokuskan pada transaksi kesehatan dan factor-faktor yang mempengaruhi transaksi tersebut. Menurut Pettegrew (1982) terjadi antara para ahli kesehatan dan antara para ahli kesehatan dengan klien (pasien), khususnya dalam hal-hal komunikasi kesehatan. Transaksi ini dapat berbentuk verbal atau nonverbal, lisan atau tulisan, personal atau impersonal, dan isu-isu yang berorientasi pada hubungan.
Tingkatan komunikasi kesehatan mencakup semua unsur-unsur level atau tipe komunikasi, antara lain :
1. Komunikasi interpersonal, meliputi interaksi langsung antara para ahli kesehatan maupun para ahli kesehatan dengan para pasien.
2. Komunikasi kelompok kecil, meliputi pertemuan, laporan staf, dan interaksi tim-tim kesehatan.
3. Komunikasi organisasi, meliputi administrasi rumah sakit, hubungan dengan staf, iklim komunikasi organisasi
4. Komunikasi public, meliputi presentasi, pidato
5. Komunikasi massa, meliputi cakupan dalam level nasional dan program-program kesehatan dunia, promosi kesehatan, dan perencanaan kesehatan masyarakat
Secara sederhana atau linear, proses komunikasi melibatkan empat komponen utama, yaitu :
1. Sumber/pengirim pesan/komunikator, yaitu seseorang atau sekelompok orang atau suatu organisasi /instansi yang mengambil inisiatif dalam proses penyampaian pesan
2. Pesan, berupa lambing atau tanda seperti kata-kata tertulis atau secara lisan, gambar, angka, dan gesture
3. Saluran, yaitu sesuatu yang dipakai sebagai alat penyampaian/pengiriman pesan (misalnya telepon, radio, surat, surat kabar, majalah, televisi, gelombang udara dalam konteks komunikasi antarpribadi secara tatap muka)
4. Penerima/komunikan, yakni seseorang atau sekelompok orang atau organisasi/institusi yang menjadi sasaran penerima pesan.
II. 2. Tinjauan Umum Penyakit
ISPA adalah i Istilah ISPA mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Adapun saluran pernapasan adalah organ dimulai dari hidung sampai alveoli beserta organ adneksa seperti sinus-sinus, rongga telinga dan pleura. Istilah ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksanya saluran pernapasan. Sedangkan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan prosesakut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes RI, 2002).
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru(alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah/kedalam Penyakit ISPA dapat menyerang semua orang, baik laki-laki maupun perempuan, pada semua golongan umur, dari bayi, anak-anak, dan orang dewasa.
Penderita ISPA dapat dikenal dari gejala-gejala klinis sebagai berikut :
Pada umumnya anak umur tiga bulan sampai tiga tahun menderita demam pada awal perjalanan infeksi. Kadang-kadang beberapa jam sebelum tanda-tanda yang berlokalisasi muncul.
Bayi yang lebih muda biasanya tidak demam dan anak yang lebih tua dapat menderita demam ringan.
Pada anak yang lebih tua gejala awalnya adalah kekeringan dan iritasi dalam hidung dan tidak jarang di dalam faring. Gejala ini dalam beberapa jam disertai bersin, rasa menggigil nyeri otot, ingus hidung yang encer kadang batuk, nyeri kepala lesu dan demam ringan. Dalam satu sekresi biasanya lebih kental dan akhirnya perulen. Obstruksi hidung menyebabkan pernapasan melalui mulut. (Depkes RI, 2002).
Kerentanan agen yang menyebabkan nasofaring akut adalah universal, tetapi karena alasan yang kurang mengerti kerentanan ini bervariasi pada orang yang sama dari waktu kewaktu. Anak menderita rata-rata lima sampai delapan infeksi setahun dan angka terjadi selama umur 2 Tahun pertama frekuensi Nasofaringitis akut berbanding langsung dengan angka pemejanan, dan sekolah taman kanak-kanak serta pusat perawatan harian mungkin epidemiologi sebenarnya. Kerentanan dapat bertambah karena nutrisi yang jelek.
Cara pencegahan dan penanganan ISPA
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain :
a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh terhadap penyakit baik.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.
Penanganan ISPA yang dilakukan adalah :
a. Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.
b. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
c. Immunisasi.
Factor –Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Terjadinya Penyakit Ispa
Berdasarkan hasil penelitian di berbagai negara, termasuk Indonesia dan berbagai publikasi ilmiah dilaporkan berbagai faktor resiko yang meningkatkan kejadian (morbiditas) ISPA yang akan dijelaskan berikut, yaitu:
a. Host (pejamu)
Manusia yang keberadaannya dipengaruhi oleh ; umur, jenis kelamin, status ASI, status gizi, berat badan lahir, status imunisasi, pemberian vitamin A dan pemberian makanan tambahan.
b. Agent (Infectious agent)
Faktor penyebab penyakit tersebut meliputi bakteri, virus, dan parasit (infection agent).
c. Environment (lingkungan)
Faktor di luar penderita yang akan mempengaruhi keberadaan host yang terdiri dari lingkungan biologis, fisik dan sosial. Dalam penelitian ini yang berperan sebagai faktor lingkungan meliputi ; Bakteri, virus dan parasit (infectious agent), polusi udara (asap rokok dan dapur) dan kepadatan tempat tinggal.
Konsep di atas adalah suatu konsep yang dinamis, setiap perubahan dari ketiga lingkungan tersebut akan menyebabkan bertambah atau berkurangnya kejadian suatu penyakit. Untuk itu guna menurunkan kesakitan/kejadian ISPA. Maka dirumuskan suatu upaya pemberantasan penyakit dengan pendekatan terhadap factor resiko yang berhubungan melalui kerjasama dengan program imunisasi, program bina kesehatan balita, program bina gizi masyarakat dan program penyehatan lingkungan
pemukiman (Depkes RI., 2002).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
III. 1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini di laksanakan pada tanggal 13 dan 15 Juni 2011 yang bertempat di Puskesmas katobengke.
III. 2. Peserta
Peserta penelitian adalah kelompok yang terdiri dari :
• Andriani bay : 09. 710. 077
• Arman hidayat : 09. 710. 078
• hamniar : 09. 710. 079
• asril ramadhan : 09. 710. 080
• Tasmarniati : 09. 710. 083
• Irma : 09. 710. 084
• Elisa : 09. 710. 085
• Hajaruddin tahir : 09. 710. 086
• Jumria : 09. 710. 087
• Indri kristian noya : 09. 710. 088
• Yuliana purnama sari : 09. 710. 089
III. 3. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Data Primer
Data primer merupakan data yang di peroleh secara langsung pada orang yang terlibat langsung di lokasi penelitian.
Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang di peroleh dari data yang telah ada atau tersedia di puskesmas atau instansi terkait.
2. Sumber Data
Data bersumber dari data primer ( hasil observasi langsung di lapangan ) dan data sekunder (dari data yang telah tersedia di puskesmas katobengke).
III. 4. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari survey lapangan dan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari buku registrasi Puskesmas katobengke.
III. 5. Pengolahan Data dan Analisis Data
Data di olah secara manual dengan menggunakan Microsoft word dan Microsoft Excel dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk laporan dan tabel. Data di analisis menurut waktu.
BAB IV
HASIL
IV. 1. Gambaran Lokasi Penelitian
A. Letak Geografis.
Puskesmas Katobengke berlokasi pada Kelurahan Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Bau-Bau, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara.Bila di tinjau dari peta kota bau-bau pada bagian selatan katulistiwa terletak pada 5 026’ – 5 0 26’ lintang selatan dan 122 0 30’ – 1220 38’ Bujur Timur.
Wilayah kerja puskesmas Katobengke awalnya ada 5 kelurahan yaitu Waborobo, Tanganapada, Lipu, Sulaa dan Katobengke. Namun sekarang tinggal 3 kelurahan yang menjadi wilayah kerjanya yaitu Lipu, Sulaa dan Katobengke.
Adapun batasan-batasan wilayah kerja dari puskesmas Katobengke yaitu:
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Tanganapada
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sulaa
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Bone-Bone
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Badia.
Puskesmas katobengke memiliki luas yaitu 10,61 km2 dari luas kota Bau-bau yang terdiri dari 3 kelurahan yaitu :
1. Kelurahan katobengke dengan luas 4,69 km2 atau 44,26 %.
2. Kelurahan lipu dengan luas 4,50 km2 atau 42,41 %.
3. Kelurahan sulaa dengan luas 1,42 km2 atau 13,38 %.
B. Kependudukan
Jumlah penduduk puskesmas katobengke menurut hasil pyoyeksi penduduk akhir tahun 2009 adalah 12.761 jiwa dengan perbandingan laki-laki sebanyak 6.332 jiwa dan perempuan sebanyak 6.439 jiwa dengan tingkat kepadatan 589 jiwa/km 2 yang terbagi atas 3 kelurahan yaitu di sajikan dalam bentuk table dibawah ini :
Tabel
Jumlah penduduk , kepala keluarga,Jenis kelamin dan kepadatan penduduk
Menurut kelurahan januari s/d juni tahun 2010
Kelurahan Penduduk (jiwa) Laki-laki Perempuan Jumlah KK Kepadatan (jiwa /km2 )
Katobemgke 6.810 3.365 3.445 1.683 4.046
Lipu 4.674 2.337 2.337 1.293 2.932
Sulaa 1.277 620 657 376 1.382
Jumlah 12.761 6.332 6.439 3.352 8.360
Sumber : Profil Puskesmas Katobengke, 2010
C. Sosial Ekonomi
Penduduk wilayah kerja Puskesmas Katobengke mempunyai mata pencaharian yang terdiri dari :
- Petani
- Pedagang
- PNS
D. Lingkungan Fisik
1. Penyediaan air bersih
Penyediaan sarana air bersih di wilayah puskesmas katobengke dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel. PAB di wilayah kerja
Puskesmas Katobengke Tahun 2010
No. Kelurahan Sumber air bersih
Ledeng SPT SGL PAH Kemasan Lainnya Jml
1 katobengke 132 0 15 0 0 0 147
2 Lipu 153 0 1 0 0 0 154
3 Sulaa 150 0 56 0 0 0 206
Jumlah 435 0 72 0 0 0 507
Sumber : Profil Puskesmas Katobengke, 2010
2. Jamban Keluarga dan Spal
Sarana jamban keluarga dan pembuangan air limbah di wilayah kerja puskesmas Katobengke dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel. Jamban Keluarga dan Pembuangan Air limbah di wilayah Puskesmas Katobengke
tahun 2010
No. Kelurahan Jamban Keluarga Tmt Sampah SPAL
1 katobengke 95 100 75
2 Lipu 80 100 60
3 Sulaa 110 160 100
Jumlah 285 360 235
Sumber : Profil Puskesmas Katobengke, 2010
E. Sumber Daya Kesehatan
1.1. Sumber Daya Manusia
Sampai dengan Juni 2010 tenaga kesehatan di Puskesmas Katobengke terdiri dari :
o Dokter umum : 1 Orang
o Dokter Gigi : 1 Orang
o Sarjana Kesehatan Masyarakat : 2 Orang
o Tenaga sanitasi : 2 orang
o Perawat : 7 Orang
o Tenaga analisis lab. : 1 Orang
o Tenaga Gizi : 3 Orang
o Tenaga Bidan : 4 Orang
o Tenaga Farmasi : 1 orang
1.2 Sarana dan Prasarana Kesehatan
Adapun sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang menunjang pelaksanaan pelayanan dan pembangunan kesehatan di Puskesmas Katobengke sampai dengan bulan Juni 2010 yaitu :
o 1 bh Puskesmas Induk dilengkapi dengan ruang perawatan.
o 1 Perumahan Dokter
o 1 Perumahan Paramedis
o 1 Perumahan Bidan
o 2 Kendaraan Roda 4 ( 1 bh rusak berat )
o 12 kendaraan roda 2 ( 1 bh rusak berat )
IV. 2. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari survey lapangan dan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari buku registrasi Puskesmas katobengke.
IV. 3. Pengolahan dan Analisis Data
Data di olah secara manual dengan menggunakan Microsoft word dan Microsoft Excel dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk laporan dan tabel. Data di analisis menurut waktu dan menurut tempat.
Tabel. 10 Pola Penyakit di Puskesmas Katobengke
Tahun 2008-2010
NO KODE NAMA PENYAKIT JUMLAH KASUS
1 J. 39 ISPA 506
2 K25 NASOFARINGITIS 491
3 L30.9 DERMATITIS TIDAK SPESIFIK 444
4 J18.0 BRONCHOPNEUMONIA 368
5 R50 DEMAM 366
6 I10 HIPERTENSI 240
7 A09 DIARE 210
8 K09 TB PARU 168
9 R.05 BATUK 153
10 L02.9 FARINGITIS 140
Sumber : Profil Puskesmas Katobengke 2008 - 2010
Tabel. Disribusi penyakit ISPA diPuskesmas Katobengke
Tahun 2008
BULAN JUMLAH PENDUDUK BATUK BUKAN PNEUMONIA ISPA > 5TH
< 1 TH 1-4 TH JMLH PNEUMONIA BUKAN PNEUMONIA
JANUARI 12.767 23 54 77 0 75
FEBRUARI 12.767 14 40 54 0 56
MARET 12.767 23 37 60 0 70
APRIL 12.767 17 53 70 0 51
MEI 12.767 21 33 54 0 88
JUNI 12.767 12 43 55 0 80
JULI 12.767 15 56 71 0 104
AGUSTUS 12.767 26 43 69 0 85
SEPTEMBER 12.767 15 50 82 0 93
OKTOBER 12.767 29 50 79 0 97
NOVEMBER 12.767 15 38 53 0 0
DESEMBER 12.767 26 31 57 0 49
JUMLAH 12.767 236 478 781 0 848
Sumber : Puskesmas Katobengke tahun 2008
Tabel. Disribusi penyakit ISPA diPuskesmas Katobengke
Tahun 2009
BULAN JUMLAH PENDUDUK BATUK BUKAN PEUMONIA ISPA > 5TH
< 1 TH 1-4 TH JMLH PNEUMONIA BUKAN PNEUMONIA
JANUARI 12.767 39 77 116 0 122
FEBRUARI 12.767 29 48 77 0 98
MARET 12.767 23 39 62 0 93
APRIL 12.767 22 41 63 0 76
MEI 12.767 32 51 83 0 93
JUNI 12.767 18 48 56 0 61
JULI 12.767 17 51 68 0 100
AGUSTUS 12.767 34 75 109 0 208
SEPTEMBER 12.767 28 52 80 0 124
OKTOBER 12.767 26 49 75 0 85
NOVEMBER 12.767 18 29 47 0 54
DESEMBER 12.767 17 37 54 0 65
JUMLAH 12.767 303 597 890 0 1179
Sumber : Puskesmas Katobengke tahun 2009
Tabel. Disribusi penyakit ISPA diPuskesmas Katobengke
Tahun 2010
BULAN JUMLAH PENDUDUK BATUK BUKAN PEUMONIA ISPA > 5TH
< 1 TH 1-4 TH JMLH PNEUMONIA BUKAN PNEUMONIA
JANUARI 12.767 18 40 85 0 92
FEBRUARI 12.767 37 72 109 0 108
MARET 12.767 31 61 95 0 106
APRIL 12.767 34 71 105 0 98
MEI 12.767 11 39 50 0 90
JUNI 12.767 24 46 68 0 109
JULI 12.767 18 42 60 0 82
AGUSTUS 12.767 20 51 71 0 105
SEPTEMBER 12.767 9 48 57 0 74
OKTOBER 12.767 5 36 41 0 58
NOVEMBER 12.767 15 39 54 0 78
DESEMBER 12.767 15 36 51 0 68
JUMLAH 12.767 237 581 846 0 1068
Sumber : Puskesmas Katobengke, Tahun 2010
BAB V
PEMBAHASAN
V. 1. Gambaran Tata Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas katobengke dilakukan secara kunjungan rumah, penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran kejadian pneumonia ditinjau dari kondisi fisik rumah. Penelitian dilakukan selama 2 hari yaitu dari tanggal 19 Juli sampai dengan tanggal 20 juli di wilayah kerja Puskesmas katobengke.
Langkah awal yang kami lakukan adalah merumuskan masalah penelitian, menyiapkan instrument penelitian, yaitu berupa surat izin pengambilan data.Setelah mendapat surat izin kemudian kami menyerahkannya kapada dinas kesehatan kota Bau-bau tanggal 8 Juni 2011 untuk mendapat izin penelitian dari Puskesmas katobengke.
Setelah mendapat izin dari dinas kesehatan kota kami menyerahkan kepala Puskesmas katobengke .kami di sambut dengan baik oleh petugas puskesmas sehingga kami langsung mengambil data pada buku profil serta mencatat alamat lingkungan penderita yang pernah menderita penyakit ispa buku register puskesmas katobengke , pada keesokan harinya kami melakukan wawancara dan observasi atau melakukan pengamatan keadaan kondisi fisik rumah secara kunjungan rumah,sebanyak 4 rumah.
V. 2. Strategi Komunikasi Yang Di Gunakan
Pertama-tama kami mengkhususkan daerah penelitian, yaitu Kelurahan katobengke karena didaerah tersebut merupakan daerah endemis penyakit ispa. Kemudian mencoba merumuskan masalah tentang penyakit yang menjadi endemis serta kenapa dianggap endemis di Kelurahan katobengke, kemudian mengumpulkan data-data penyakit yang dimaksud, baik berupa data primer maupun sekunder. Setelah itu, kami mencoba menganalisa tentang strategi apa yang digunakan dalam penanganan kasus penyakit tersebut. Ternyata strategi komunikasi yang digunakan yaitu komunikasi antar pribadi (melalui door to door),kami memilih komunikasi tersebut karena komunikasi tersebut sangat efektif.Dimana kami yang pertama kami lakukan adalah menfokuskan wawacara kepada para ibu yang anaknya pernah terinfeksi penyakit ispa serta orang-orang yang terkena ispa di kelurahan katobengke, ternyata menurut hasil wawancara dan mengamatan kami di lapangan penyebab dari penderita penyakit ispa ,ada beberapa faktor yaitu :
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit ISPA khususnya para ibu dimana masih banyak yang tidak mengetahui bahwa ketika seorang ibu yang terkena ISPA pada yang menularkan penyakitnya tersebut kepada bayinya melalui ASI.
Pada Saat terkena ispa juga masyarakat masih kurang memahami tentang penggunaan masker.
Lingkungan , ternyata di lingkungan penderita yang terkena ISPA tersebut kondisi lingkungannya masih kurang baik dimana tidak memiliki syarat kondisi fisik rumah yang sehat seperti lantai semen yang rusak, basah pada musim hujan dan berdebu pada mesim kemarau, tidak memiliki ventilasi yang cukup, atap Seng yang menyebabkan panas di dalam rumah, Jumlah penghuni yang berlebihan yang tidak sesuai dengan luas lantai rumah.
Ada anggota keluarga yang merokok ,status sosial ekonomi,dimana kedua duanya ada hubungan yang signifikan dengan kejadian pneumonia.
Gambar 1. Kondisi rumah yang kurang baik
Setelah melakukan wawancara singkat dan observasi keadaan /kondisi lingkungan rumah kami memberikan informasi singkat mengenali ispa sedini mungkin serta cara-cara untuk pencegahan ISPA sehingga masyarakat yang pernah terkena ispa yang telah sehat dapat menjaga kesehatannya kembali serta yang belum pernah terkena ispa dapat melakukan pencegahan dan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan dan menularkan penyakit tersebut.
BAB VI
PENUTUP
VI. 1. Kesimpulan
Dari uraian diatas
VI. 2. Saran
1. Bagi Instansi Terkait
Agar lebih meningkatkan kinerja untuk menanggulangi penyakit ispa serta mengadakan penyuluhan secara rutin ke masyarakat.
2. Bagi Masyarakat
Agar lebih menjaga kesehatan mereka sendiri dan meningkatkan kebersihan diri mereka serta lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz Alimul, (2007). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data. PT. Salemba Media. Jakarta.
Arwin, Berhman, kleigman.(1999) Ilmu Kesehaan Anak. Jakarta. EGC.
Azwar, Azrul, (1990). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : PT. Bina Rupa Aksara.
Depkes.RI, (2002). Pedoman teknisi penilaian Rumah sehat. Jakarta.
Puskesmas . Kota Bau-bau (2008). Laporan Tahunan jumlah Penderita ISPA Tahun 2008. Bau-bau.
Puskesmas . Kota Bau-bau, (2009). Laporan Tahunan jumlah Penderita ISPA Tahun 2009. Bau-bau.
Puskesmas . Kota Bau-bau, (2010). Laporan Tahunan jumlah Penderita ISPA Tahun 2010. Bau-bau.
Rani, IGN (1997). Masalah ISPA dan Kelansungan Hidup Anak. Surabaya : Ilmu Kesehatan Anak.
DOKUMENTASI
Foto 1. Sedang mempraktekkan cara pemeriksaan sampel darah menggunakan mikroskop yang didampingi oleh Ibu Wiwik Lindarti, AMK sebagai kepala program penyakit ispa di Puskesmas Katobengke
Foto 2. Bersama serta beberapa staf puskesmas Katobengke
Foto 4. Puskesmas Katobengke Tampak depan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhannahu wa Ta’ala karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya lah, kami dapat menyusun dan menyelesaikan tugas yang dibuat dalam bentuk laporan. Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada ibu RININTA ANDRIANI S.SOS M.KES selaku Dosen Pembimbing mata kuliah KOMUNIKASI KESEHATAN yang dengan ikhlas memberikan ilmu serta inspirasi kepada kami.
Laporan ini telah di susun sedemikian rupa dengan segala kemampuan dan keterbatasan sebagai manusia. Kami juga sebagai penyusun laporan ini sangat berharap besar agar karya yang dibuat ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya para pembaca yang peduli akan ilmu pengetahuan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih sangat jauh dari standar kemaksimalaan sebuah laporan, oleh karena itu saran dan kritik dari para pembaca sangat diharapkan, karena semuanya itu akan dijadikan sebagai pedoman dalam pembuatan laporan yang berikutnya.
Terima kasih.
Bau-Bau, 25 juni 2011
TUGAS KELOMPOK
DOSEN : RININTA ANDRIANI S.SOS M.KES
MATA KULIAH : KOMUNIKASI KESEHATAN
“laporan penyakit ispa di puskesmas katobengke ”
Disusun oleh :
KELOMPOK 3
KELAS B
NAMA –NAMA KELOMPOK
1. Andriani bay 09. 710. 077
2. Arman hidayat 09. 710. 078
3. hamniar 09. 710. 079
4. asril ramadhan 09. 710. 080
5. Tasmarniati 09. 710. 083
6. Irma 09. 710. 084
7. Elisa 09. 710. 085
8. Hajaruddin tahir 09. 710. 086
9. Jumria 09. 710. 087
10. Indri kristian noya 09. 710. 088
11. Yuliana purnama sari 09. 710. 089
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN
BAU – BAU
2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar